Jumat, 01 Juni 2012

Ketika “Aku” Bukan Hal Terpenting Lagi

OPINI | 08 March 2012 | 08:37 Dibaca: 206   Komentar: 13   3 dari 3 Kompasianer menilai inspiratif

1331169844528270431

.

Ketika kesadaran menyentuh hati manusia, manusia itu akan semakin mengenal kejelekan-kejelekannya, nafsu-nafsunya, dari yang terkasar sampai yang terhalus, sesuai tahapan pengenalan dirinya. Tokoh si “aku” tidak terbatas lagi pada pengenalan tubuh kasarnya semata, tokoh si “aku” itu juga menggerakkan dirinya/ digerakkan untuk mengenali tubuh halusnya.

.

“Aku” sudah bukan hal paling penting lagi. Yang terpenting dalam hidupnya adalah “kita”. Apa-apa yang datang padanya dihadapi dengan tenang. Ia tidak marah apalagi gelap mata pada orang yang mencelanya, sebab ia menyadari barangkali itu akibat kesombongannya di masa yang silam, sengaja ataupun tidak sengaja. Ia tidak senang apalagi lupa daratan pada orang yang menyanjungnya, sebab ia menyadari segala hal yang ada pada dirinya yang mengundang sanjungan orang lain itu bukan miliknya.

.

Membosankan, barangkali bagi sebagian orang, manusia yang datar semacam itu sepertinya membosankan, tapi tentu tidak membosankan bagi sebagian yang lain. Penilaian orang lain kepadanya sudah bukan hal yang paling penting lagi, tapi bukan berarti ia tidak mendengarkan. Sama juga, menilai orang lain bukan hal yang paling penting lagi baginya, bukan berarti ia membenarkan segala macam perilaku orang lain. Ia bersikap lebih hati-hati dalam menilai orang lain, tak berani lagi beropini secara serampangan, walaupun perilaku orang lain tersebut bejat sekalipun tampaknya. Sebab ia menyadari, apa yang tidak disukainya pada orang lain itu bisa saja sekali waktu dalam hidupnya ia pernah lakukan.

.

Indah hatinya sebab ia senang pada keindahan, mengagumi keindahan. Bukan berarti ia tidak melihat hal-hal tidak indah dalam hidupnya, tapi ia selalu bisa menemukan hal-hal indah dari hal-hal yang tidak indah tampaknya. Kebaikan adalah keindahan. Kebijaksanaan adalah keindahan. Pada segala sesuatu ketidakbaikan atau ketidakbijaksanaan, ia memiliki kemampuan menelaahnya. Itulah mengapa ia tidak menyukai pertengkaran. Ia menghindari pertikaian yang tidak berguna. Kalaupun hadir, ia hadir sebagai pembawa air perdamaian.

.

Suka-cita hidupnya. Bukan berarti ia bebas dari masalah. Bukan berarti ia tak punya masalah. Ia punya masalah, bisa jadi masalahnya lebih berat dari yang lain, namun ia bisa tenang dalam segala situasi. Sebab ia tidak terbelenggu pada masalahnya sendiri. Bisa jadi ia memikirkan masalah orang lain. Bisa jadi ia memikirkan masalah banyak orang. Karena kesediaannya memikirkan masalah orang lain itulah, ia tak larut dalam kesedihan pribadi. Ia bisa damai di segala keadaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar